Universal Basic Income (UBI): Solusi Radikal untuk Kemiskinan dan Otomatisasi?
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Sel, 15 Jul 2025
- visibility 2
- comment 0 komentar

Bayangkan setiap bulan, semua warga negara—tanpa memandang kaya atau miskin, bekerja atau tidak—menerima sejumlah uang tunai dari pemerintah tanpa syarat. Ide radikal yang dikenal sebagai Universal Basic Income (UBI) atau Pendapatan Dasar Universal ini semakin sering diperbincangkan sebagai jawaban atas dua tantangan besar abad ke-21: kemiskinan ekstrem dan ancaman hilangnya jutaan pekerjaan akibat otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI).
Konsep UBI sederhana: memberikan jaring pengaman finansial yang mendasar bagi semua orang. Para pendukungnya berpendapat bahwa UBI dapat memberantas kemiskinan secara efektif, meningkatkan kesehatan mental dan fisik masyarakat, serta memberikan kebebasan bagi individu untuk mengejar pendidikan, memulai usaha kecil, atau merawat anggota keluarga tanpa takut jatuh ke jurang kemiskinan. Dalam menghadapi era di mana robot dan algoritma mengambil alih banyak pekerjaan rutin, UBI dilihat sebagai cara untuk memastikan semua orang tetap memiliki daya beli dan martabat.
Namun, gagasan ini bukannya tanpa kritik tajam dan tantangan besar. Pertama, biaya implementasinya luar biasa mahal. Mendanai UBI untuk seluruh populasi sebuah negara akan memerlukan perombakan sistem pajak secara masif atau pemotongan anggaran besar-besaran dari sektor lain.
Kedua, ada kekhawatiran bahwa memberikan uang tanpa syarat akan mengurangi insentif orang untuk bekerja, yang berpotensi menyebabkan kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor vital. Selain itu, lonjakan permintaan agregat tanpa diimbangi peningkatan produksi barang dan jasa dapat memicu inflasi yang tinggi, sehingga menggerus nilai dari UBI itu sendiri.
Saat ini, berbagai eksperimen UBI dalam skala kecil sedang dilakukan di seluruh dunia untuk menguji dampak nyata dari kebijakan ini. Apakah UBI akan menjadi pilar ekonomi masa depan atau tetap menjadi sebuah utopia yang mahal? Jawabannya akan sangat bergantung pada hasil eksperimen yang sedang berjalan dan kesiapan kita untuk memikirkan kembali kontrak sosial di era otomatisasi ini.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar