Tari Bedhaya: Tarian Sakral dari Istana Mataram
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month 2 jam yang lalu
- visibility 2
- comment 0 komentar

Tari Bedhaya adalah sebuah mahakarya seni tari klasik Jawa yang memiliki nilai sakral dan sejarah yang sangat mendalam. Tarian ini berasal dari lingkungan keraton Mataram dan menjadi tarian kebanggaan raja-raja Jawa, seperti di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Lebih dari sekadar pertunjukan, Tari Bedhaya adalah ritual suci yang dipercaya memiliki kekuatan magis dan spiritual, seringkali dipentaskan pada upacara-upacara penting dan penobatan raja.
Ciri khas Tari Bedhaya terletak pada jumlah penarinya yang selalu berjumlah sembilan orang. Angka sembilan ini melambangkan kesempurnaan, para wali penyebar Islam, serta sembilan lubang pada tubuh manusia, mencerminkan harmoni antara mikrokosmos dan makrokosmos. Gerakan tarian ini sangat lembut, lambat, dan penuh simbol. Setiap gerakan memiliki makna filosofis yang tinggi, menggambarkan kehalusan budi pekerti, kesabaran, dan ketaatan pada takdir.
Para penari Tari Bedhaya mengenakan busana tradisional yang sangat indah dan rumit. Pakaian mereka berupa kain batik bermotif khusus, kemben, serta perhiasan-perhiasan emas. Busana ini bukan hanya hiasan, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam. Iringan musiknya menggunakan Gamelan Kyai Kebo Giro, yang menciptakan suasana khidmat dan sakral, seolah membawa penonton ke alam spiritual.
Kisah yang diceritakan dalam Tari Bedhaya biasanya berkaitan dengan pertemuan antara Ratu Pantai Selatan (Nyi Roro Kidul) dan raja-raja Mataram. Kisah ini melambangkan persatuan antara pemimpin duniawi dan kekuatan spiritual, meneguhkan legitimasi kekuasaan raja.
Sebagai warisan budaya yang tak ternilai, Tari Bedhaya terus dilestarikan oleh keraton dan lembaga seni di Jawa. Tarian ini menjadi salah satu peninggalan adiluhung yang menunjukkan kehalusan seni, kedalaman filosofi, dan spiritualitas masyarakat Jawa. Tari Bedhaya adalah cerminan dari identitas budaya yang kaya, terus hidup dan menginspirasi hingga kini.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar