Membebaskan Diri dari Sunk Cost Fallacy: Mengambil Keputusan yang Lebih Baik
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month 4 jam yang lalu
- visibility 1
- comment 0 komentar

Pernahkah kamu merasa kesulitan untuk meninggalkan suatu proyek, hubungan, atau investasi, meskipun sudah jelas-jelas tidak memberikan hasil yang baik? Jika iya, kamu mungkin sedang terjebak dalam sunk cost fallacy. Ini adalah kecenderungan psikologis di mana kita terus mengalokasikan sumber daya (waktu, uang, atau tenaga) ke suatu hal karena sudah banyak yang kita korbankan di dalamnya, bukan karena prospek masa depannya yang menjanjikan.
Sederhananya, kita merasa sayang untuk “melepas” apa yang sudah terlanjur kita keluarkan, meskipun melanjutkan akan lebih merugikan. Contoh klasiknya adalah tetap menonton film yang membosankan di bioskop karena sudah membayar tiket, atau terus memperbaiki mobil tua yang biayanya lebih mahal dari membeli yang baru.
Lalu, bagaimana cara melepaskan diri dari jebakan ini?
Fokus pada Masa Depan, Bukan Masa Lalu
Kunci utamanya adalah menggeser fokus dari “apa yang sudah saya korbankan” menjadi “apa keputusan terbaik yang bisa saya ambil saat ini untuk masa depan?”. Ingatlah, biaya yang sudah dikeluarkan (sunk cost) tidak akan pernah kembali, terlepas dari keputusan apa pun yang kamu ambil selanjutnya. Jangan biarkan pengorbanan masa lalu membajak logika kamu.
Minta Pendapat Orang Lain
Terkadang, saat kita sudah terlalu dalam terlibat, sulit untuk melihat situasi secara objektif. Minta pendapat dari orang yang tidak terlibat langsung dapat memberikan sudut pandang yang segar dan rasional. Mereka bisa membantu kamu melihat bahwa melepaskan sesuatu yang sudah tidak relevan bukanlah sebuah kegagalan, melainkan sebuah keputusan cerdas untuk menyelamatkan diri dari kerugian yang lebih besar di kemudian hari.
Dengan mengenali dan mengatasi sunk cost fallacy, kamu akan mampu mengambil keputusan yang lebih strategis dan berani, membebaskan diri dari beban masa lalu, dan melangkah maju menuju hasil yang lebih baik.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar