Ruwatan: Ritual Penyucian Diri dan Tolak Bala dalam Kebudayaan Jawa
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Jum, 4 Jul 2025
- visibility 4
- comment 0 komentar

Dalam khazanah kebudayaan Jawa yang kaya, terdapat sebuah ritual mendalam yang dikenal sebagai Ruwatan. Tradisi ini merupakan upacara penyucian diri yang bertujuan untuk membersihkan seseorang dari nasib buruk, kesialan, atau sukerta (noda spiritual), serta sebagai sarana tolak bala. Hingga kini, Ruwatan masih menjadi bagian penting dari spiritualitas masyarakat Jawa, diwariskan dari generasi ke generasi sebagai benteng perlindungan dari malapetaka.
Secara esensial, Ruwatan adalah proses pembebasan dari ancaman gaib, terutama yang berasal dari Batara Kala, raksasa dalam mitologi Jawa yang gemar memangsa manusia dengan ciri-ciri tertentu. Orang-orang yang dianggap rentan menjadi mangsa Batara Kala ini disebut wong sukerta. Beberapa contoh wong sukerta yang paling umum adalah anak tunggal (ontang-anting), dua bersaudara laki-laki dan perempuan (kembang sepasang), atau anak yang lahir saat matahari terbenam.
Prosesi Ruwatan sendiri merupakan sebuah upacara sakral yang sarat dengan simbol. Puncak dari ritual ini biasanya adalah pertunjukan wayang kulit dengan lakon khusus, yaitu Murwakala. Lakon ini mengisahkan asal-usul Batara Kala dan bagaimana ia akhirnya ditaklukkan, sehingga tidak lagi mengancam jiwa manusia. Selain pagelaran wayang, upacara Ruwatan juga dilengkapi dengan berbagai sesaji, doa-doa, dan prosesi simbolis seperti potong rambut atau siraman, yang semuanya bermakna membersihkan dan memulai lembaran baru yang suci.
Meskipun zaman terus berubah, tradisi Ruwatan tetap relevan. Ritual ini bukan hanya soal mengusir nasib buruk, tetapi juga menjadi medium introspeksi diri, memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan melestarikan warisan luhur kebudayaan Jawa. Ruwatan adalah bukti bagaimana masyarakat Jawa memaknai keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia spiritual.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar