Indeks Pembangunan Manusia (IPM): Mengukur Kemajuan di Luar Sekadar Angka PDB 📊
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Kam, 16 Okt 2025
- visibility 7
- comment 0 komentar

Selama puluhan tahun, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sering dianggap sebagai tolok ukur utama kemajuan suatu negara. Namun, PDB hanya mengukur nilai moneter barang dan jasa yang diproduksi, mengabaikan aspek penting lain dari kehidupan manusia. Untuk mengatasi keterbatasan ini, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) diciptakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1990.
Tiga Pilar Utama IPM
IPM dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih holistik dan akurat mengenai kesejahteraan masyarakat suatu negara. IPM mengukur rata-rata pencapaian suatu negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia:
* Hidup yang Panjang dan Sehat: Diukur melalui angka harapan hidup saat lahir. Semakin tinggi angka ini, semakin baik kualitas kesehatan dan gizi di negara tersebut.
* Pengetahuan: Diukur melalui dua indikator pendidikan: rata-rata lama sekolah (berapa tahun rata-rata penduduk telah bersekolah) dan harapan lama sekolah (berapa lama anak-anak usia masuk sekolah diharapkan akan menjalani sekolah di masa depan).
* Standar Hidup yang Layak: Diukur melalui pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita yang telah disesuaikan dengan daya beli masyarakat ($PPP).
Pentingnya IPM
IPM menunjukkan bahwa kemajuan sejati suatu negara harus mencakup perluasan pilihan bagi rakyatnya, bukan hanya akumulasi kekayaan. Negara dengan PDB tinggi, tetapi angka harapan hidup atau tingkat pendidikan yang rendah, akan memiliki IPM yang lebih rendah. Ini mengirimkan pesan penting kepada pembuat kebijakan: fokus pembangunan harus bergeser dari sekadar pertumbuhan ekonomi menjadi pengembangan kapasitas manusia.
Dengan melacak IPM dari waktu ke waktu, pemerintah dapat mengidentifikasi area yang membutuhkan perhatian khusus—apakah itu sistem kesehatan, pendidikan, atau distribusi pendapatan. IPM telah menjadi alat standar global yang diakui untuk membandingkan tingkat kesejahteraan dan mendorong pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar