Belajar dari Kasus Viral: Etika Menyelesaikan Perselisihan dengan Pihak Sekolah Tanpa Merendahkan Martabat Guru
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Kam, 24 Jul 2025
- visibility 6
- comment 0 komentar

Hampir setiap bulan, linimasa media sosial kita diramaikan oleh kasus viral yang melibatkan orang tua, siswa, dan guru. Naluri untuk melindungi anak memang kuat, namun meluapkan amarah di dunia maya sebelum mengetahui duduk perkara sering kali lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Belajar dari berbagai kejadian, ada etika dan cara yang lebih bijak dalam menyelesaikan perselisihan dengan pihak sekolah tanpa harus mengorbankan martabat pendidik.
Langkah pertama dan utama adalah menahan diri untuk tidak membuat status atau unggahan yang menyudutkan. Alih-alih, lakukan tabayyun—proses mencari kejelasan dan kebenaran langsung ke sumbernya. Menggunakan media sosial sebagai pengadilan publik hanya akan memperkeruh suasana, menutup pintu dialog, dan berpotensi menimbulkan fitnah.
Saatnya menerapkan etika komunikasi orang tua guru yang dewasa. Hubungi pihak sekolah secara resmi untuk menjadwalkan pertemuan. Saat berdialog:
* Datang dengan Niat Mencari Solusi: Anggap guru dan sekolah sebagai mitra, bukan lawan. Niat yang baik akan tercermin dari nada bicara dan sikap Anda.
* Sampaikan Fakta, Bukan Emosi: Jelaskan masalah secara kronologis dan tenang. Hindari menggunakan kata-kata kasar atau tuduhan yang tidak berdasar.
* Dengarkan Perspektif Sekolah: Berikan kesempatan kepada guru atau kepala sekolah untuk memberikan penjelasan dari sudut pandang mereka.
Jika komunikasi buntu, mintalah proses mediasi resmi yang difasilitasi oleh pihak sekolah atau bahkan komite sekolah. Jalur ini jauh lebih terhormat dan produktif.
Menyebarkan konflik ke ranah publik tidak hanya merusak martabat guru, tetapi juga memberikan contoh buruk bagi anak tentang cara menyelesaikan masalah. Dengan memilih jalur komunikasi yang dewasa dan penuh hormat, kita tidak hanya menyelesaikan masalah secara efektif, tetapi juga turut menjaga ekosistem pendidikan yang sehat dan positif.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar