Quantitative Tightening (QT): Kebalikan dari QE dan Dampaknya bagi Pasar Keuangan
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Kam, 11 Sep 2025
- visibility 20
- comment 0 komentar

Jika kita akrab dengan istilah Quantitative Easing (QE), maka kebalikannya adalah Quantitative Tightening (QT). Selama periode krisis atau resesi, bank sentral seperti Federal Reserve (The Fed) di AS atau Bank Indonesia sering melakukan QE dengan membeli aset (terutama obligasi pemerintah) untuk menyuntikkan likuiditas ke pasar dan menurunkan suku bunga jangka panjang. Nah, QT adalah proses kebalikannya: bank sentral mengurangi ukuran neracanya dengan menjual aset-aset tersebut atau membiarkannya jatuh tempo tanpa membeli yang baru.
Mekanisme Quantitative Tightening
Ketika bank sentral melakukan QT, ia secara efektif menarik likuiditas dari sistem keuangan. Ini terjadi karena saat bank sentral menjual obligasi, pembeli (bank komersial, investor) membayar dengan uang tunai, yang kemudian “dihilangkan” dari sirkulasi. Akibatnya, cadangan bank menurun, dan pasokan uang di pasar berkurang.
Tujuan utama QT adalah untuk:
Mengerem Inflasi: Dengan mengurangi likuiditas, biaya pinjaman cenderung naik, yang dapat mendinginkan aktivitas ekonomi dan membantu menekan inflasi.
Mengembalikan Neraca Bank Sentral ke Normal: Setelah bertahun-tahun melakukan QE, neraca bank sentral membengkak. QT bertujuan untuk mengembalikan ukuran neraca ke tingkat yang lebih normal dan berkelanjutan.
Dampak bagi Pasar Keuangan
QT memiliki beberapa dampak signifikan terhadap pasar keuangan, baik secara domestik maupun global, termasuk bagi Indonesia:
Kenaikan Suku Bunga: Dengan berkurangnya likuiditas, bank-bank memiliki cadangan yang lebih sedikit untuk dipinjamkan, sehingga suku bunga antarbank dan suku bunga pasar secara umum cenderung naik. Ini akan membuat biaya pinjaman bagi konsumen dan perusahaan lebih mahal.
Penurunan Harga Obligasi dan Ekuitas: Ketika bank sentral menjual obligasi, pasokan obligasi di pasar meningkat. Ini dapat menekan harga obligasi dan meningkatkan imbal hasilnya (yield). Imbal hasil obligasi yang lebih tinggi membuat investasi pada saham menjadi kurang menarik, sehingga dapat memicu penurunan harga saham.
Penguatan Dolar AS: Jika The Fed melakukan QT, ini akan mengurangi pasokan dolar di pasar global, yang cenderung memperkuat nilai dolar AS. Bagi negara seperti Indonesia, penguatan dolar dapat menyebabkan pelemahan rupiah, membuat impor lebih mahal dan berpotensi memicu inflasi impor.
Arus Keluar Modal dari Negara Berkembang: Dengan suku bunga yang lebih tinggi dan pasar keuangan yang lebih ketat di negara maju, investor mungkin akan menarik modalnya dari pasar negara berkembang (termasuk Indonesia) untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi di pasar yang lebih aman. Ini dapat menekan pasar saham dan obligasi di Indonesia.
Menavigasi Era QT
Bagi Indonesia, periode QT yang dilakukan oleh bank sentral negara maju menuntut kehati-hatian dalam kebijakan moneter dan fiskal. Bank Indonesia perlu siap untuk melakukan penyesuaian, seperti menaikkan suku bunga acuan domestik, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mencegah gejolak yang berlebihan di pasar keuangan. QT menandai berakhirnya era uang murah dan membawa tantangan baru bagi perekonomian global. 📉
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar