Penti: Ritual Syukur Panen Meriah di Desa Adat Wae Rebo
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Kam, 3 Jul 2025
- visibility 4
- comment 0 komentar

Di ketinggian pegunungan Flores, Nusa Tenggara Timur, tersembunyi desa adat Wae Rebo yang magis dengan rumah kerucutnya yang ikonik, Mbaru Niang. Setiap tahun, biasanya pada bulan November, masyarakatnya menggelar ritual adat terpenting dan termeriah mereka, yaitu Penti. Ini adalah sebuah perayaan akbar sebagai ungkapan syukur atas panen yang telah usai dan permohonan berkah untuk musim tanam berikutnya.
Bagi masyarakat Wae Rebo, Penti adalah momen sakral untuk berterima kasih kepada Tuhan (Mori Kraeng) dan roh para leluhur atas perlindungan serta kelimpahan hasil bumi yang mereka terima sepanjang tahun. Ritual ini juga menjadi waktu untuk introspeksi, memohon pengampunan atas segala kesalahan yang mungkin telah merusak keharmonisan dengan alam dan sesama.
Rangkaian Ritual Penuh Makna
Upacara Penti adalah serangkaian prosesi yang kaya akan simbolisme. Ritual ini dipusatkan di Mbaru Gendang, rumah utama yang menjadi pusat segala kegiatan adat. Salah satu tahapan penting adalah upacara di mata air sebagai sumber kehidupan dan persembahan hewan kurban (biasanya babi) sebagai wujud syukur.
Puncak dari kemeriahan Penti ditandai dengan pertunjukan tari Caci, sebuah tarian perang khas Manggarai. Dua orang pria akan bertarung menggunakan cambuk dan perisai, diiringi tabuhan gong dan gendang. Tarian ini bukan tentang permusuhan, melainkan simbol keberanian, sportivitas, dan kejantanan. Setiap tetes darah yang jatuh ke bumi dalam tarian Caci dipercaya akan menyuburkan tanah untuk panen di masa depan.
Penti adalah jantung kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Wae Rebo. Lebih dari sekadar pesta, upacara ini adalah cara mereka menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam, leluhur, dan Sang Pencipta, menjadikannya warisan budaya yang otentik dan tak ternilai.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar