Peusijuek: Tradisi Tepung Tawar untuk Keberkahan di Aceh
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month 17 jam yang lalu
- visibility 2
- comment 0 komentar

Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, menyimpan kekayaan tradisi yang kental dengan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal. Salah satu tradisi yang hingga kini terus lestari adalah Peusijuek. Dikenal juga sebagai prosesi tepung tawar, Peusijuek merupakan upacara adat untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai momen penting dalam kehidupan masyarakat Aceh. Mulai dari menempati rumah baru, membeli kendaraan, memulai usaha, menyambut kelahiran bayi, hingga dalam prosesi pernikahan. Bahkan, Peusijuek juga kerap dilakukan sebagai sarana perdamaian untuk ‘mendinginkan’ suasana setelah terjadi perselisihan, mengharapkan segala sesuatu kembali harmonis dan penuh berkah.
Prosesi Peusijuek biasanya dipimpin oleh seorang tokoh agama atau tetua adat yang dihormati. Dalam ritual ini, beberapa perangkat simbolis digunakan, seperti semangkuk air, segenggam beras padi (breuh pade), dan beberapa jenis dedaunan khusus seperti on sineujuek (daun penyejuk) dan naleung sambo (sejenis rumput). Sambil memanjatkan doa-doa dan selawat, pemimpin upacara akan memercikkan air dan menaburkan beras kepada orang atau benda yang di-peusijuek.
Setiap elemen dalam Peusijuek memiliki makna mendalam: air melambangkan pendingin dan penenang, sementara beras padi adalah simbol kemakmuran dan kesuburan. Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini adalah wujud nyata dari nilai sosial dan spiritual masyarakat Aceh. Ini adalah cara untuk saling mendoakan, mempererat silaturahmi, dan mengembalikan segala urusan kepada Sang Pencipta demi kebaikan bersama.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar