Mengenal Bali Aga: Mengunjungi Desa Trunyan dengan Tradisi Pemakaman Unik
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Sel, 22 Jul 2025
- visibility 6
- comment 0 komentar

Ketika membicarakan Bali, banyak yang langsung terbayang pantai indah dan upacara Ngaben yang meriah. Namun, di balik pesona itu, Bali menyimpan sisi lain yang tak kalah memukau, salah satunya adalah kehidupan masyarakat Bali Aga di Desa Trunyan.
Siapakah Masyarakat Bali Aga?
Terletak tersembunyi di tepi timur Danau Batur, Kintamani, Desa Trunyan adalah rumah bagi komunitas Bali Aga. Mereka diyakini sebagai penduduk asli Bali yang telah mendiami pulau ini jauh sebelum migrasi dari Kerajaan Majapahit. Karena keterisolasian geografisnya, masyarakat Trunyan berhasil mempertahankan tradisi dan adat istiadat kuno yang sangat berbeda dari masyarakat Bali pada umumnya.
Tradisi Pemakaman Unik di Bawah Pohon
Daya tarik utama Desa Trunyan adalah tradisi pemakamannya yang unik, dikenal dengan sebutan Mepasah. Berbeda dengan upacara Ngaben, jenazah di Trunyan tidak dikubur atau dibakar. Sebaliknya, jenazah orang yang telah menikah dan meninggal secara wajar akan diletakkan begitu saja di atas tanah dalam sebuah area pemakaman khusus yang disebut Sema Wayah. Jenazah hanya ditutupi kain dan dilindungi oleh sangkar bambu sederhana (ancaksaji) agar tidak diganggu binatang liar.
Ajaibnya, tidak ada bau busuk yang menyengat di area pemakaman ini. Rahasianya terletak pada sebuah pohon raksasa bernama Taru Menyan. “Taru” berarti ‘pohon’ dan “Menyan” berarti ‘harum’. Pohon inilah yang dipercaya masyarakat setempat mampu mengeluarkan aroma wangi yang kuat sehingga dapat menetralisir bau tidak sedap dari proses dekomposisi jenazah.
Mengunjungi Desa Trunyan bukan sekadar wisata biasa, melainkan sebuah perjalanan mendalam untuk memahami kearifan lokal dan keragaman budaya Bali. Ini adalah kesempatan langka untuk menyaksikan pandangan unik tentang siklus kehidupan dan kematian yang menyatu dengan alam.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar