Didong: Seni Adu Puisi yang Membakar Semangat di Tanah Gayo
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Kam, 24 Jul 2025
- visibility 5
- comment 0 komentar

Di jantung dataran tinggi Gayo, Aceh, bersemi sebuah tradisi lisan yang unik dan memikat bernama Didong. Lebih dari sekadar seni pertunjukan, Didong adalah ajang adu kepiawaian dalam merangkai puisi, melantunkannya dengan nada khas, dan menyajikannya dalam balutan gerakan yang ritmis. Bagi masyarakat Gayo, Didong bukan hanya hiburan, melainkan juga wadah ekspresi budaya, sejarah, dan nilai-nilai luhur.
Pertunjukan Didong biasanya melibatkan dua kelompok yang saling berhadapan. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang Ceh, yaitu seorang penyair sekaligus pemimpin yang mahir dalam menciptakan syair secara spontan. Syair-syair Didong kaya akan makna, seringkali berisi nasihat, sindiran sosial, cerita kepahlawanan, hingga ungkapan rasa cinta dan kerinduan. Keindahan Didong terletak pada kemampuan para Ceh dalam berimprovisasi dan merespons lawan dengan cepat dan cerdas.
Iringan musik yang menghentak dari alat musik tradisional seperti gendang dan canang semakin menambah semarak pertunjukan. Gerakan para pemain yang kompak dan enerjik, mengikuti irama musik dan alunan syair, menciptakan sebuah harmoni yang memukau. Tak jarang, penonton pun ikut hanyut dalam suasana dan memberikan semangat kepada kelompok favorit mereka.
Didong memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat Gayo. Selain menjadi sarana hiburan, Didong juga berfungsi sebagai media komunikasi, pendidikan, dan pemersatu. Melalui syair-syairnya, nilai-nilai adat dan kearifan lokal diturunkan dari generasi ke generasi. Didong adalah cerminan semangat gotong royong, kreativitas, dan kecintaan masyarakat Gayo terhadap tradisi leluhur mereka. Upaya pelestarian Didong terus dilakukan agar seni adu puisi yang membakar semangat ini tetap hidup dan lestari di tengah arus globalisasi.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar