Nuklir di Indonesia: Arah Kebijakan Energi Atom Nasional di Tahun 2025
- account_circle Muhamad Fatoni
- calendar_month Sen, 21 Jul 2025
- visibility 6
- comment 0 komentar

Memasuki tahun 2025, Indonesia berada di persimpangan jalan dalam menentukan masa depan sumber energinya. Dengan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan kebutuhan energi yang terus meningkat, diskusi mengenai kebijakan nasional tentang energi nuklir dan uranium menjadi semakin relevan. Pemerintah terus mengkaji potensi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai salah satu solusi energi bersih.
Dasar hukum utama pemanfaatan energi nuklir di Indonesia adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Regulasi ini secara tegas memisahkan fungsi promosi dan penelitian dari fungsi pengawasan. Fungsi penelitian dan pengembangan (R&D) kini dijalankan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sementara fungsi pengawasan keamanan, keselamatan, dan perizinan dilakukan oleh lembaga independen, yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Secara resmi, posisi energi nuklir dalam bauran energi nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dalam dokumen ini, nuklir ditetapkan sebagai “opsi terakhir” (last resort). Artinya, PLTN baru akan dikembangkan jika opsi energi terbarukan lainnya terbukti tidak mampu memenuhi target permintaan energi nasional.
Meskipun demikian, wacana untuk merevisi status “opsi terakhir” ini terus menguat. Pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan sedang aktif melakukan studi kelayakan di beberapa lokasi potensial, seperti di Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. Tantangan utamanya tetap pada tiga aspek krusial: tingginya biaya investasi awal, isu keselamatan dan pengelolaan limbah, serta penerimaan masyarakat (akseptasi publik).
Sebagai kesimpulan, kebijakan energi nuklir Indonesia pada tahun 2025 berada dalam fase transisi yang dinamis. Walaupun status “opsi terakhir” masih berlaku secara formal, tekanan untuk mencapai ketahanan energi dan target iklim mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan energi atom secara lebih serius. Keputusan akhir untuk membangun PLTN pertama di Indonesia akan sangat bergantung pada hasil studi komprehensif dan dialog publik yang terbuka.
- Penulis: Muhamad Fatoni
Saat ini belum ada komentar